Kepala DP3AKB Balikpapan, Heria Prisini. (Syahrul)BALIKPAPAN — Pemerintah Kota Balikpapan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) tetap optimistis mempertahankan predikat “Utama” dalam ajang Evaluasi Kota Layak Anak (KLA) 2025.
Meski angka laporan kekerasan terhadap perempuan dan anak masih tinggi, Kepala DP3AKB, Heria Prisini, menilai hal itu bukan semata kabar buruk. Menurutnya, justru menjadi indikator positif meningkatnya kesadaran dan keberanian masyarakat untuk melapor.
“Kalau target paripurna, kami tentu optimistis. Tapi tetap realistis. Sebab syaratnya harus nol kasus kekerasan, sementara pengaduan ke kami masih masuk setiap hari,” kata Heria saat ditemui, Jumat (25/7/2025).
Data DP3AKB mencatat, sepanjang 2024 terdapat lebih dari 150 laporan kekerasan yang masuk melalui unit mereka. Jumlah ini bahkan belum termasuk laporan yang ditangani kepolisian, khususnya di tingkat Polda Kaltim.
“Dulu banyak korban memilih diam. Sekarang, makin banyak yang berani bicara. Itu bukti masyarakat mulai paham hak-haknya,” ujar Heria.
Untuk memfasilitasi pengaduan, DP3AKB memperkuat kanal aduan, salah satunya melalui aplikasi Sitopan. Aplikasi ini memungkinkan warga untuk melapor dengan cepat dan anonim.
“Identitas pelapor kami lindungi. Bahkan laporan bisa masuk 24 jam,” jelasnya.
Tak hanya reaktif, DP3AKB juga mengedepankan pendekatan preventif. Sosialisasi digelar rutin ke masyarakat, termasuk melalui Forum Anak, yang diberdayakan untuk mengedukasi teman sebaya.
“Anak-anak lebih nyaman bicara ke temannya. Karena itu Forum Anak kami dorong aktif menyuarakan isu perlindungan,” jelas Heria.
Di sisi lain, pemberdayaan ekonomi perempuan juga jadi strategi kunci. Melalui pelatihan keterampilan dan pendampingan usaha kecil, perempuan diharapkan bisa lebih mandiri secara finansial.
“Banyak konflik rumah tangga dipicu masalah ekonomi. Kalau ibu punya penghasilan sendiri, risiko kekerasan bisa ditekan,” tambahnya.
Untuk kasus-kasus berat, seperti kekerasan seksual atau eksploitasi anak, DP3AKB menggandeng berbagai pihak. Termasuk unit Renakta Polda Kaltim untuk penanganan berbasis hukum.
“Seperti kasus dugaan sodomi di pesantren Kampung Timur, itu masih penyelidikan. Kami belum bisa intervensi langsung, tapi tetap kami pantau,” tegasnya.
DP3AKB juga melibatkan RT, kelurahan, dan tokoh masyarakat untuk memastikan perlindungan anak bukan hanya tugas satu instansi.
Pemkot Balikpapan kini tengah menanti hasil evaluasi KLA dari Kementerian PPPA. Namun Heria menekankan, capaian administratif bukanlah tujuan utama.
“Predikat penting, tapi yang lebih penting adalah kerja nyata. Komitmen kami adalah menciptakan lingkungan yang aman dan sehat bagi seluruh anak di Balikpapan,” tutupnya. (sr)
Tidak ada komentar