Winardi, Wakil Ketua Komisi B DPRD BontangBONTANG — Dugaan praktik jual beli seragam dan buku Lembar Kerja Siswa (LKS) di sekolah negeri kembali menuai sorotan. Kali ini, suara keras datang dari DPRD Bontang.
Adalah Winardi, Wakil Ketua Komisi B DPRD Bontang, yang angkat bicara. Politikus PDIP itu menilai, praktik jual beli seragam dan LKS sama saja dengan komersialisasi pendidikan.
“Sekolah negeri tidak boleh berubah fungsi menjadi pasar,” tegas pria yang akrab disapa Awin, Senin (21/7/2025).
Menurutnya, pembebanan biaya tambahan kepada orang tua, seperti pembelian seragam dan LKS, tidak bisa dibenarkan. Sebab, pemerintah sudah menggelontorkan dana besar untuk sektor pendidikan, mulai dari APBN, APBD provinsi, APBD kota, hingga dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Ia menilai, jika masih terjadi pungutan dengan dalih penjualan seragam atau buku, apalagi secara terselubung, hal itu justru menodai semangat pendidikan gratis yang dijanjikan negara.
“Apalagi dilakukan secara diam-diam, lewat komite atau vendor tertentu. Itu membuka ruang praktik rente,” kritiknya.
Awin menegaskan, jika memang ada kebutuhan bahan ajar tambahan, maka harus dibicarakan secara terbuka. Melalui forum resmi, seperti rapat komite, dan tetap bersifat sukarela. Tidak boleh ada unsur pemaksaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
“Semua bentuk pungutan harus berdasarkan musyawarah dan tanpa paksaan. Bukan seolah-olah wajib,” tambahnya.
Untuk itu, DPRD Bontang mendesak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) agar segera mengeluarkan surat edaran resmi. Isinya harus jelas dan tegas: melarang segala bentuk penjualan seragam dan LKS di lingkungan sekolah negeri.
Selain itu, Awin juga mendorong Disdikbud membuka kanal pengaduan yang aman. Tujuannya agar para orang tua yang merasa terbebani punya ruang untuk melapor tanpa khawatir akan adanya tekanan dari pihak sekolah.
“Orang tua harus merasa dilindungi. Bukan dibungkam dengan alasan aturan internal sekolah,” tegas Awin.
Tidak ada komentar