Polresta Balikpapan tangkap pelaku admin grup Telegram berisi konten pornografi sesama jenis. (Ist)
BALIKPAPAN – Kasus penyimpangan seksual berbasis digital kembali mencoreng dunia maya di Kaltim. Kali ini, seorang pria muda berinisial SD (20), warga Balikpapan, ditangkap Unit Tipidter Polresta Balikpapan karena mengelola grup tertutup di Telegram yang menyebarkan konten pornografi sesama jenis. Tragisnya, salah satu korbannya adalah anak di bawah umur.
Penangkapan berlangsung cepat. Hanya dalam sehari setelah viralnya informasi tentang grup tersebut di media sosial awal Juli 2025, polisi langsung membekuk pelaku saat berada di sebuah warung makan, Selasa (9/7/2025).
“Saya perintahkan tim untuk bergerak cepat. Pelaku berhasil kami amankan sehari setelah laporan masuk,” tegas Kapolresta Balikpapan Kombes Pol Anton Firmanto dalam konferensi pers, Jumat (25/7/2025).
SD diketahui mengelola dua grup tertutup di Telegram bernama “Date Privasi +18” dan “Lokal Only”, masing-masing berisi 54 dan 20 anggota.
Untuk bisa bergabung, anggota harus membayar. Rp50 ribu untuk grup pertama, dan Rp25 ribu untuk grup kedua.
“Kontennya mayoritas video porno sesama jenis. Grup ini juga digunakan untuk mempertemukan anggota untuk aktivitas menyimpang,” ungkap Anton.
Lebih mengkhawatirkan lagi, pelaku mendapat penghasilan hingga Rp5 juta per bulan dari aktivitas ilegal tersebut. Ia bahkan mewajibkan anggota grup untuk mengajak pengguna baru dengan minat serupa, demi memperluas jaringan.
Polisi menyita sejumlah barang bukti, termasuk: dua ponsel milik pelaku; 23 video pornografi; bukti percakapan dan transaksi digital; dua akun Telegram dan satu akun Facebook; bukti transfer pembayaran dari para anggota
Atas perbuatannya, SD dijerat dengan sejumlah pasal berat: Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat 1 UU No. 44/2008 tentang Pornografi; Pasal 45 Jo Pasal 27 ayat 1 UU ITE (versi revisi 2024); Pasal 6 UU No. 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)
Ancaman hukumannya tidak main-main. Maksimal 12 tahun penjara dan denda hingga Rp6 miliar.
Yang membuat kasus ini makin memprihatinkan, salah satu korban grup tersebut adalah anak di bawah umur. Korban diduga diajak masuk oleh orang lain, bukan atas keinginannya sendiri.
“Sejak kasus terungkap, kami langsung lakukan pendampingan psikologis. Selama dua minggu terakhir, kami fokus pada pemulihan kondisi mental korban,” ujar Amanda Achni Faturrahman, perwakilan dari UPTD PPA Kota Balikpapan.
Menurut Amanda, kondisi korban kini mulai membaik. Korban mulai menyadari bahwa dirinya telah menjadi korban dan apa yang terjadi bukan kesalahannya.
“Yang terpenting adalah mencegah agar korban tidak trauma berkepanjangan atau bahkan menjadi pelaku di masa depan,” tegasnya.
Pihak PPA juga memastikan pendampingan akan terus berlanjut hingga korban pulih sepenuhnya. Mereka mendorong sinergi lintas sektor untuk mencegah kasus serupa, terutama mengingat pesatnya penggunaan aplikasi digital di kalangan remaja.
“Awasi anak-anak. Pastikan mereka menggunakan media digital secara sehat dan aman,” tutup Kombes Pol Anton. (sr)
Tidak ada komentar