Pokir DPRD Kutim Mendadak Hilang dari Sistem, Warga Angkat Suara lewat Petisi

Redaksi Kaltimdaily
16 Jul 2025 11:10
2 menit membaca

SANGATTA – Ketegangan baru mencuat di Kutai Timur. Sebuah petisi daring berjudul “Tuntut Bupati Kutai Timur Agar Kembalikan Pokir DPRD” beredar luas di grup-grup WhatsApp. Petisi itu menyuarakan keresahan masyarakat atas dugaan hilangnya ribuan usulan pokok pikiran (pokir) DPRD dari dokumen rencana pembangunan tahun anggaran 2025.

Petisi tersebut tayang di laman Change.org. Isinya menuntut Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman agar segera mengembalikan seluruh pokir DPRD yang dinilai sah secara hukum.

“Pokir DPRD adalah bagian legal dalam sistem perencanaan pembangunan daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang,” tulis penggagas petisi.

Petisi yang ditandatangani masih 12 orang ini membawa tiga tuntutan utama:

  1. Mengembalikan seluruh Pokir DPRD yang hilang dari Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).
  2. Evaluasi dan tindakan tegas terhadap Kepala Bidang Bappeda yang dianggap bertanggung jawab.
  3. Transparansi penuh dalam perencanaan pembangunan, agar publik bisa ikut mengawasi.

Saat dikonfirmasi, Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman mengaku belum mengetahui soal petisi tersebut. Ia menyebut isu itu sepenuhnya urusan DPRD.

“Waduh, nggak tahu itu. Urusan dewan aja itu,” ujarnya singkat, Rabu (16/7/2025), di Sangatta.

Ia pun menyarankan agar persoalan tersebut ditanyakan langsung kepada Ketua DPRD Kutim.

Menanggapi petisi itu, Ketua DPRD Kutim Jimmi menilai cara penyampaian aspirasi lewat petisi tanpa identitas jelas kurang etis dan berpotensi menyesatkan.

“Harusnya hearing aja. Kalau langsung petisi kan kita nggak tahu siapa. Lebih jelas kalau bisa berdiskusi terbuka,” ujarnya.

Meski begitu, Jimmi tetap menyambut positif kritik publik. Ia menyebut petisi itu bisa menjadi pemicu bagi DPRD dan Pemkab untuk lebih terbuka dan responsif terhadap masukan warga.

“Bagus juga buat kita berpikir kritis. Anggap saja itu suplemen demokrasi,” pungkasnya.

Sumber keresahan ini bermula dari dugaan hilangnya ribuan pokir DPRD yang sebelumnya sudah masuk dalam SIPD. Pokir merupakan hasil serap aspirasi dari masyarakat yang disampaikan para anggota dewan sebagai bagian dari perencanaan pembangunan.

Publik mempertanyakan ke mana usulan-usulan itu menghilang, dan mengapa tidak lagi tercantum dalam rencana pembangunan 2025.

Isu ini menjadi sorotan karena menyangkut keterlibatan publik dalam proses pembangunan. Banyak yang menilai, penghilangan pokir tanpa penjelasan adalah bentuk pengabaian terhadap suara rakyat.

[HAF]

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *