E-Commerce Kini jadi Pemungut Pajak, Begini Cara Kerjanya

Redaksi Kaltimdaily
16 Jul 2025 07:42
2 menit membaca

JAKARTA — Pemerintah resmi mengetatkan pengawasan pajak di dunia digital. Mulai hari ini, Senin 14 Juli 2025, seluruh platform e-commerce diwajibkan memungut Pajak Penghasilan (PPh) dari para pedagang online yang berjualan di platform mereka.

Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tentang penunjukan pihak lain sebagai pemungut, penyetor, dan pelapor pajak penghasilan pedagang dalam negeri melalui sistem elektronik.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan, kebijakan ini untuk memastikan kontribusi seluruh pelaku usaha terhadap pembangunan negara, sekaligus menegakkan prinsip keadilan dan kepastian hukum di bidang perpajakan.

Dalam beleid ini, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik — seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, Bukalapak, hingga platform pengiriman dan asuransi — ditetapkan sebagai “pihak lain” yang bertugas memungut PPh dari pedagang lokal.

Siapa saja yang terkena?

Semua pedagang dalam negeri, baik individu maupun badan usaha, yang bertransaksi menggunakan alamat IP Indonesia atau nomor telepon dengan kode Indonesia, masuk dalam kriteria tersebut.

Pedagang yang memiliki omzet di bawah Rp500 juta per tahun hanya wajib melaporkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau NIK, dan mengajukan surat pernyataan omzet ke e-commerce tempat mereka berjualan.

Sebaliknya, jika omzet mereka sudah melebihi Rp500 juta, maka mereka akan dikenai pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari peredaran bruto, tak termasuk PPN dan pajak barang mewah.

Beberapa jenis transaksi tidak dikenai pungutan PPh Pasal 22, antara lain:

  • Penjualan pulsa dan kartu perdana.
  • Penjualan emas, batu permata, dan logam mulia.
  • Jasa pengiriman dari mitra aplikasi transportasi online.
  • Pengalihan hak atas tanah atau bangunan.
  • Penjualan oleh pedagang yang memiliki surat bebas pemotongan pajak.

Namun, penghasilan dari transaksi tersebut tetap wajib pajak. Hanya saja, pemungutannya mengikuti mekanisme reguler.

Pihak e-commerce yang tak menjalankan kewajiban ini akan dikenai sanksi tegas, sesuai ketentuan perpajakan dan peraturan sistem elektronik lingkup privat.

Sementara itu, ketentuan baru ini akan berlaku efektif satu bulan sejak platform resmi ditunjuk sebagai pemungut oleh Kementerian Keuangan.

Seluruh informasi dari pedagang — termasuk omzet dan pernyataan — wajib disampaikan paling lambat satu bulan setelah penunjukan tersebut.

Penerapan aturan ini diyakini bakal memperluas basis pajak di sektor digital yang selama ini sulit dijangkau. Selain itu, aturan ini juga mendorong pedagang untuk lebih transparan dalam berbisnis online.

Masyarakat pun diimbau untuk memahami hak dan kewajiban pajak, serta memanfaatkan fasilitas informasi dan pelaporan yang disiapkan oleh pemerintah.

[DIAS]

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *