
SAMARINDA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) meluncurkan program Sekolah Rakyat sebagai jawaban atas ketimpangan akses pendidikan.
Fokusnya: membuka jalan bagi anak-anak dari keluarga miskin ekstrem, yatim piatu, korban kekerasan, hingga mereka yang kehilangan kesempatan belajar karena hambatan sosial ekonomi.
Langkah ini bukan sekadar membangun gedung. Tapi menghadirkan harapan, memulihkan martabat, dan mengangkat kehidupan kelompok rentan yang selama ini terpinggirkan.
Di tangan Pemprov Kaltim, pendidikan tak lagi hanya sebatas urusan akademik di ruang kelas. Lewat Sekolah Rakyat, pendidikan diangkat sebagai alat intervensi sosial. Sebuah upaya menyentuh langsung kelompok paling rentan dengan pendekatan yang menyeluruh.
“Pendidikan harus mampu mengangkat harkat dan derajat. Bukan hanya mencerdaskan, tapi menyelamatkan,” kata Kepala Dinas Sosial Kaltim, Andi Muhammad Ishak, Senin (14/7/2025).
Sebagai tahap awal, pembangunan Sekolah Rakyat dimulai di Samarinda. Meski bangunan permanen belum sepenuhnya rampung, sejumlah persiapan teknis sudah berjalan. Mulai dari pendataan siswa, seleksi, hingga tes kesehatan.
Ada tiga lokasi yang diusulkan sebagai titik rintisan: SMA Negeri 16 Samarinda; Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Kemendikdasmen Kaltim; dan Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Kaltim. Satu lokasi sudah ditetapkan dan mulai digunakan dalam tahap rintisan.
Program ini menargetkan hingga 1.000 peserta didik, mencakup semua jenjang: SD: Kelas 1 hingga 6; SMP: 18 kelas; dan SMA: 9 kelas
Andi menegaskan bahwa rintisan hanya berlangsung satu kali. Setelahnya, seluruh siswa akan dipindahkan ke Sekolah Rakyat permanen.
Untuk saat ini, biaya operasional Sekolah Rakyat ditanggung melalui kombinasi APBN dan APBD Provinsi Kaltim. Dana APBD digunakan untuk menambah fasilitas penunjang seperti listrik, halaman sekolah, dan kebutuhan non-gedung lainnya.
“Meski belum gedung permanen, semua fasilitas utama kita pastikan tersedia,” ujar Andi.
Tak semua anak bisa langsung masuk. Seleksi dilakukan ketat berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
DTSEN merupakan basis data nasional yang mencatat kondisi sosial ekonomi warga, termasuk nomor induk kependudukan. Ini menjadi syarat utama bagi calon siswa Sekolah Rakyat.
“Wajib masuk DTSEN. Kalau tidak, tidak bisa ikut. Ini prinsip dasar agar tepat sasaran,” tegasnya.
Melalui program ini, Pemprov Kaltim menegaskan komitmennya bahwa pendidikan adalah hak semua anak. Termasuk mereka yang selama ini hidup dalam keterbatasan, kehilangan akses, dan tidak pernah terpikir bisa duduk di bangku sekolah.
Sekolah Rakyat bukan hanya soal bangunan dan ruang kelas. Tapi tentang negara yang hadir, dan pemerintah yang betul-betul berpihak pada rakyat kecil.
“Sekolah Rakyat adalah wujud konkret kita menutup kesenjangan. Ini bukan proyek biasa, tapi misi keadilan sosial,” tutup Andi.
Tidak ada komentar